Tuesday, 12 November 2019

Tuhan Maaf Rahmadhan Aku Sibuk




 
          Rahmadhan ini tak ubahnya seperti rahmadhan sebelumnya tidak ada yang berubah. Aktifitas yang ku lakukan sama saja. Aku lebih dihantui oleh tugas-tugas perkuliahanku yang setiap hari menjamur, meskipun udah ku cicil satu persatu tetap saja ia tetap menumpuk. Tak banyak yang kulakukan dibulan yang suci ini. Seperti yang ku katakan aku hanya bertemankan tugas-tugasku yang rata-rata deadline semua. Hingga tak ku rasakan nikmatnya solat teraweh ditahun ini. 


Memang miris sekali, ketika semua orang berlomba-lomba meningkatkan ibadah mereka aku malah sebaliknya. Bukan tak ingin seperti mereka tapi waktu ku yang telah tersita olehnya.Ahhh... memang benar kata orang-orang kalau semakin bertambah semester semakin bertambah pula kesibukan yang akan kita lakukan. Contohnya seperti aku.

            Ketika teman-temanku dipuasa pertama bersama keluarga, aku malah tetap berdiam diri ditempat wilayah dimana aku kuliah. Rasanya ingin pulang juga seperti mereka, tapi apalah daya keadaan yang tidak memungkinkan untukku. Tidak hanya itu perkuliahan selasai H-1 lebaran membuatku tambah down. Tak terbayang oleh ku lagi-lagi harus malam takbiran di jalan yang pastinya akan macet dimana-mana. Aku lebih suka dirumah, ngumpul bersama keluarga karena suatu hari nanti aku percaya bahwa aku tidak akan bisa lagi bersama-sama dengan mereka. Rutinitas yang menuntutku untuk demikian. Satu sisi aku beranggapan hidup itu teramat kejam karena ia merengut kebahagiaan ku, disatu sisi aku menganggap hidup itu adalah perjuangan untuk menyonsong hari esok.
            “ngak pulang ca?” tiba-tiba temanku anisa muncul dibalik pintu kamarku.
“Sepertinya ngak deh?” jawabku dengan wajah murung.
“lho kok gitu ca?”
“iya sa tugasku antrian buat ku kerjakan, lagian jika aku pulang, aku ngak bakalan bisa selesaikan semuanya. Ini banyak banget lho sa?”
“Ya ampun, lo itu bener-bener ya ca, demi tugas lo rela ngak pulang. Besok itu puasa pertama ca, P-E-R-T-A-M-A” dengan penuh penekanan.
“Memang napa sa, biasa aja kali?”
“lo bilang apa biasa, ohhh tuhan, lo udah sinting ya, dimana-mana orang bela-belain buat pulang biar bisa puasa pertama dirumah bareng keluarga, nah lo..... aneh bingit jadi orang”
“biarin ekkk” jawabku sambil mengeluarkan lidah.
            Annisa adalah teman ku yang paling bawel, memekakkan telingaku disetiap harinya. Apapun yang aku lakukan baginya ngak masuk akal semua. Orang yang sepanjang hari membebeli ku. Ahhh apa jadinya jika libur semester tiba, aku pasti tidak akan mendengarkan bebelannya lagi. Dari dirinya itulah yang sangat ku suka, orang yang perhatian meskipun membuat keributan. Cuma ia saja yang satu-satunya manusia yang seperti ini yang pernah ku temui.
***
            Satu-satu dari temanku udah pada pulang, dikelas pun jam ke-tiga mulai kosong, hanya ada beberapa mahasiswa disana, yang tinggal hanya mereka yang rumahnya jauh. Ku pandangi satu persatu kursi kosong yang ada diruangan ini rasanya sangat aneh sekali. Biasanya ada 34 orang kini tinggal setengahnya benar-benar sepi ku rasa.
            “Ehh.. Ca, aku pulang dulu ya?” kata temanku Nency
“Pulang kemana nes?” tanya ku
“Pulang kampung” jawabnya.
Seorang teman ku menyela “Weee... kalian yang pulang kampung, titip salam ya buat orang tua, dari kami anak rantau” kalimat itu seketika menusuk jantung ku. Dibalik kalimat itu ada rasa kecewa, sedih namun ia tutupi dengan gelak tawa. Mungkin aku termasuk orang yang lebai kampung ku yang dekat saja tidak terniat untukku untuk pulang sedangkan mereka yang jauh sangat ingin sekali untuk berkumpul dengan keluarga mereka.
Malam itu aku mencoba menelphone ibuku di kampung, aku mengatakan puasa pertama ini aku tidak bisa pulang, sungguh berat hatiku mengatakan hal itu kepadanya. Tapi apa boleh buat inilah jalan yang harus ku ambil tetap bertahan disini melakukan aktivitas seperti biasanya. Di seberang sana aku sudah membayangkan bagaimana perasaan ibuku. Beliau pasti duduk diberanda rumah sambil bermenung dan bergumam ramadhan kali ini anakku tidak pulang. Ahhhh, maafkan aku ibu bukan inginku kehidupanku menuntutku untuk melakukan hal seperti ini. Tak bisa pulang disaat memoment- moment yang berharga menurut orang lain. Menurutku entahlah bagiku saat yang membahagiaakan itu ketika aku mampu membuat orang tuaku merasa bangga atas prestasi akademikku.
Esok harinya kujejaki lagi kakiku ke kampus tercinta ini. “Sepi” hanya kalimat itu yang terucap dari mulutku. Dengan langkah yang ngontai, ku susuli setiap keridor fakultasku benar-benar sepi. Puasa pertama kebanyakan mahasiswa mengambil jatah pulang kampung katanya ingin sahur dan buka puasa bersama keluarga dihari pertama, takutnya nanti tidak ada kesempatan lagi ditahun depan untuk bareng mereka. Pada umumnya itulah alasan yang mereka lontarkan. Bagiku sangat lebay sekali, memang. Bukankah hidup-mati itu allah yang tentukan dan tak ubahnya seperti takdir.
            “Ngak pulang Ca?” mario menyapa ku
“Ngak yo” jawabku dengan acuh tak acuh karena aku lebih tertarik dengan buku bacaan yang ada ditangan ku.
“Kamu ngak nanya aku apa kenapa aku ngak pulang?”
“Buat apa?”
“memang kamu ngak mau nanya gitu sama aku?”
“Okaayy, Mario yang ganteng dan juga cerdas, kenapa kamu ngak pulang?”
“Memang aku ganteng ya, Ca?”
“Ngak..... udah pergi sana sebok ganggu gue aja” Aku memang selalu jutek kalau sama Mario habis anaknya ngeselin. hahaha
Semua orang pada nanya kenapa ngak pulang, membuatku kesal ingin sekali aku marah tapi ku tahan. Kebanyakan pertanyaan mereka tidak ku tanggapi. “Cuek?” memang. Bagiku jika itu perlu untuk ku ladeni maka akan ku ladeni. Jika tidak ku biarkan saja.
Hari pertama Rahmadhan tak bisa lagi ku bendung air mata ketika semua menjalaninya dengan keluarga, sekuat hati ku tahan air mata dan menyebarkan senyum terbaik dariku meskipun hatiku segelintir kepedihan yang ku rasa. Satu hal yang membuat ku sadar bahwa aku tidak mampu tanpa keluarga.
Seperti halnya rutinitas yang dilakukan oleh orang-orang ketika rahmadhan mesjid- mesjid jadi hidup lantunan ayat suci alqur’an menjuru diseluruh penjuru, aku teringat akan kampung halamanku ingin rasanya aku pulang saat ini saja tapi kaki ku tertahan. Ketika malam semua orang berbondong-bondong kemesjid tapi aku masih berkutik dengan tugas-tugas yang tak bisa lagi waktunya ku tunda. Lagi-lagi air mataku jatuh melihat setiap langkah kaki umat manusia melangkah ke mesjid, aku hanya mampu menangis dan bergumam “Tuhan Rahmadhan ini Aku Sibuk”.
Dua hari menjelang Idhul Fitri akhirnya ku tapaki juga kampung halaman ku, ada sedikit haru dalam diriku. Aku tidak hanya pulang membawa diri tapi juga membawa nilai yang rata-rata A semua. Inilah yang ku perjuangkan selama satu semester bertarung dengan waktu dan membaca jurnal sambil berjalan ke kampus. Setiap menit tidak ku lewatkan tanpa hal yang bermanfaat dalam hidupku. Aku memang kutu buku dari dulu semua buku yang ada didepan mata akan ku lahap habis. Dan kini aku memetik hasilnya. Apa yang ku tanam hari ini maka itulah yang akan ku tuai dimasa yang akan datang.

SELESAI...
                (Orin Anda Riska/ Mahasiswi Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris IAIN Bukittinggi)

No comments:

Post a Comment