Rahmadhan ini tak
ubahnya seperti rahmadhan sebelumnya tidak ada yang berubah. Aktifitas yang ku
lakukan sama saja. Aku lebih dihantui oleh tugas-tugas perkuliahanku yang
setiap hari menjamur, meskipun udah ku cicil satu persatu tetap saja ia tetap
menumpuk. Tak banyak yang kulakukan dibulan yang suci ini. Seperti yang ku
katakan aku hanya bertemankan tugas-tugasku yang rata-rata deadline semua. Hingga
tak ku rasakan nikmatnya solat teraweh ditahun ini.
Memang miris sekali, ketika semua orang berlomba-lomba meningkatkan ibadah mereka aku malah sebaliknya. Bukan tak ingin seperti mereka tapi waktu ku yang telah tersita olehnya.Ahhh... memang benar kata orang-orang kalau semakin bertambah semester semakin bertambah pula kesibukan yang akan kita lakukan. Contohnya seperti aku.
Memang miris sekali, ketika semua orang berlomba-lomba meningkatkan ibadah mereka aku malah sebaliknya. Bukan tak ingin seperti mereka tapi waktu ku yang telah tersita olehnya.Ahhh... memang benar kata orang-orang kalau semakin bertambah semester semakin bertambah pula kesibukan yang akan kita lakukan. Contohnya seperti aku.
Ketika
teman-temanku dipuasa pertama bersama keluarga, aku malah tetap berdiam diri
ditempat wilayah dimana aku kuliah. Rasanya ingin pulang juga seperti mereka,
tapi apalah daya keadaan yang tidak memungkinkan untukku. Tidak hanya itu
perkuliahan selasai H-1 lebaran membuatku tambah down. Tak terbayang oleh ku
lagi-lagi harus malam takbiran di jalan yang pastinya akan macet dimana-mana.
Aku lebih suka dirumah, ngumpul bersama keluarga karena suatu hari nanti aku
percaya bahwa aku tidak akan bisa lagi bersama-sama dengan mereka. Rutinitas yang
menuntutku untuk demikian. Satu sisi aku beranggapan hidup itu teramat kejam
karena ia merengut kebahagiaan ku, disatu sisi aku menganggap hidup itu adalah
perjuangan untuk menyonsong hari esok.
“ngak pulang ca?”
tiba-tiba temanku anisa muncul dibalik pintu kamarku.
“Sepertinya ngak deh?” jawabku dengan wajah murung.
“lho kok gitu ca?”
“iya sa tugasku antrian buat ku kerjakan, lagian jika aku pulang,
aku ngak bakalan bisa selesaikan semuanya. Ini banyak banget lho sa?”
“Ya ampun, lo itu bener-bener ya ca, demi tugas lo rela ngak
pulang. Besok itu puasa pertama ca, P-E-R-T-A-M-A” dengan penuh penekanan.
“Memang napa sa, biasa aja kali?”
“lo bilang apa biasa, ohhh tuhan, lo udah sinting ya, dimana-mana
orang bela-belain buat pulang biar bisa puasa pertama dirumah bareng keluarga,
nah lo..... aneh bingit jadi orang”
“biarin ekkk” jawabku sambil mengeluarkan lidah.
Annisa adalah
teman ku yang paling bawel, memekakkan telingaku disetiap harinya. Apapun yang
aku lakukan baginya ngak masuk akal semua. Orang yang sepanjang hari membebeli
ku. Ahhh apa jadinya jika libur semester tiba, aku pasti tidak akan
mendengarkan bebelannya lagi. Dari dirinya itulah yang sangat ku suka, orang
yang perhatian meskipun membuat keributan. Cuma ia saja yang satu-satunya
manusia yang seperti ini yang pernah ku temui.
***
Satu-satu dari
temanku udah pada pulang, dikelas pun jam ke-tiga mulai kosong, hanya ada
beberapa mahasiswa disana, yang tinggal hanya mereka yang rumahnya jauh. Ku
pandangi satu persatu kursi kosong yang ada diruangan ini rasanya sangat aneh
sekali. Biasanya ada 34 orang kini tinggal setengahnya benar-benar sepi ku
rasa.
“Ehh.. Ca, aku
pulang dulu ya?” kata temanku Nency
“Pulang kemana nes?” tanya ku
“Pulang kampung” jawabnya.
Seorang teman ku menyela “Weee... kalian yang pulang kampung, titip
salam ya buat orang tua, dari kami anak rantau” kalimat itu seketika menusuk
jantung ku. Dibalik kalimat itu ada rasa kecewa, sedih namun ia tutupi dengan
gelak tawa. Mungkin aku termasuk orang yang lebai kampung ku yang dekat saja
tidak terniat untukku untuk pulang sedangkan mereka yang jauh sangat ingin
sekali untuk berkumpul dengan keluarga mereka.
Malam itu aku mencoba menelphone ibuku di kampung, aku mengatakan
puasa pertama ini aku tidak bisa pulang, sungguh berat hatiku mengatakan hal
itu kepadanya. Tapi apa boleh buat inilah jalan yang harus ku ambil tetap
bertahan disini melakukan aktivitas seperti biasanya. Di seberang sana aku
sudah membayangkan bagaimana perasaan ibuku. Beliau pasti duduk diberanda rumah
sambil bermenung dan bergumam ramadhan kali ini anakku tidak pulang. Ahhhh,
maafkan aku ibu bukan inginku kehidupanku menuntutku untuk melakukan hal
seperti ini. Tak bisa pulang disaat memoment- moment yang berharga menurut
orang lain. Menurutku entahlah bagiku saat yang membahagiaakan itu ketika aku
mampu membuat orang tuaku merasa bangga atas prestasi akademikku.
Esok harinya kujejaki lagi kakiku ke kampus tercinta ini. “Sepi”
hanya kalimat itu yang terucap dari mulutku. Dengan langkah yang ngontai, ku
susuli setiap keridor fakultasku benar-benar sepi. Puasa pertama kebanyakan
mahasiswa mengambil jatah pulang kampung katanya ingin sahur dan buka puasa
bersama keluarga dihari pertama, takutnya nanti tidak ada kesempatan lagi
ditahun depan untuk bareng mereka. Pada umumnya itulah alasan yang mereka
lontarkan. Bagiku sangat lebay sekali, memang. Bukankah hidup-mati itu allah
yang tentukan dan tak ubahnya seperti takdir.
“Ngak pulang Ca?”
mario menyapa ku
“Ngak yo” jawabku dengan acuh tak acuh karena aku lebih tertarik
dengan buku bacaan yang ada ditangan ku.
“Kamu ngak nanya aku apa kenapa aku ngak pulang?”
“Buat apa?”
“memang kamu ngak mau nanya gitu sama aku?”
“Okaayy, Mario yang ganteng dan juga cerdas, kenapa kamu ngak
pulang?”
“Memang aku ganteng ya, Ca?”
“Ngak..... udah pergi sana sebok ganggu gue aja” Aku memang selalu
jutek kalau sama Mario habis anaknya ngeselin. hahaha
Semua orang pada nanya kenapa ngak pulang, membuatku kesal ingin
sekali aku marah tapi ku tahan. Kebanyakan pertanyaan mereka tidak ku tanggapi.
“Cuek?” memang. Bagiku jika itu perlu untuk ku ladeni maka akan ku ladeni. Jika
tidak ku biarkan saja.
Hari pertama Rahmadhan tak bisa lagi ku bendung air mata ketika
semua menjalaninya dengan keluarga, sekuat hati ku tahan air mata dan menyebarkan
senyum terbaik dariku meskipun hatiku segelintir kepedihan yang ku rasa. Satu
hal yang membuat ku sadar bahwa aku tidak mampu tanpa keluarga.
Seperti halnya rutinitas yang dilakukan oleh orang-orang ketika
rahmadhan mesjid- mesjid jadi hidup lantunan ayat suci alqur’an menjuru
diseluruh penjuru, aku teringat akan kampung halamanku ingin rasanya aku pulang
saat ini saja tapi kaki ku tertahan. Ketika malam semua orang
berbondong-bondong kemesjid tapi aku masih berkutik dengan tugas-tugas yang tak
bisa lagi waktunya ku tunda. Lagi-lagi air mataku jatuh melihat setiap langkah
kaki umat manusia melangkah ke mesjid, aku hanya mampu menangis dan bergumam “Tuhan
Rahmadhan ini Aku Sibuk”.
Dua hari menjelang Idhul Fitri akhirnya ku tapaki juga kampung
halaman ku, ada sedikit haru dalam diriku. Aku tidak hanya pulang membawa diri
tapi juga membawa nilai yang rata-rata A semua. Inilah yang ku perjuangkan
selama satu semester bertarung dengan waktu dan membaca jurnal sambil berjalan
ke kampus. Setiap menit tidak ku lewatkan tanpa hal yang bermanfaat dalam
hidupku. Aku memang kutu buku dari dulu semua buku yang ada didepan mata akan
ku lahap habis. Dan kini aku memetik hasilnya. Apa yang ku tanam hari ini maka
itulah yang akan ku tuai dimasa yang akan datang.
SELESAI...
(Orin Anda Riska/ Mahasiswi Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris IAIN Bukittinggi)
(Orin Anda Riska/ Mahasiswi Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris IAIN Bukittinggi)
No comments:
Post a Comment