Hati wanita mana yang tidak terenyug mendengar lantunan adzan yang merdu dan menenangkan hati itu? Ayu yakin semua wanita akan memfokuskan telinganya sambil menerka-nerka siapa muazin yang tengah mengumandangkan suara adzan di surau kaciak di tengah-tengah kampung ini. Apalagi diwaktu subuh, tidak banyak pemuda yang mau meninggalkan tempat peraduannya demi bercerita dengan Rabbnya. Hanya dia yang rela dan ikhlas beribadah yang akan meninggalkan rasa malas itu.
“Apakah ini cinta atau hanya sekedar kagum?” Batin Ayu mengeja. “Bila ini cinta, maka jatuhkanlah aku pada lelaki sholih yang mencintaiMu, Allah”
Akhirnya Ayu bergegas pergi kesuaru untuk shalat subuh berjama’ah bersama ayahnya. Tempat shalat wanita berada dilantai dua dan untuk sampai disana harus melewati tangga yang terletak di samping pintu masuk tempat shalat laki-laki. Saat menapaki anak tangga Ayu menoleh ke arah tempat imam biasanya memimpin solat, mata Ayu menelusuri setiap sudut ruangan dan ia menangkap sosok tubuh lelaki muda mengusik hatinya. Dia tidak yakin apakah benar lelaki itu yang menjadi biasa menjadi muazin setiap pagi.
Pulang dari mesjid, Ayu berjalan beriringan bersama ayahnya. Ayahnya yang biasa berdiam diri di mesjid hingga waktu dhuha tiba, Ayu membiarkan saja. Ayu menatap lurus kedepan sambil menikmati dinginnya pagi disaat subuh. Antara takut dan penasaran, Ayu bertanya kepada ayahnya,
“Yah, tahu siapo lelaki yang biasa adzan di mesjid setiap pagi?
“Tahu, memangnyo ba a?”
“Diyo siapo Ayah?” Wajah Ayu menahan malu. Ayahnya menangkap gelagat aneh dari anak gadihnya yang tidak biasa dari sebelumnya. Saat bertanya mengenai lelaki misterius yang mengusik hatinya melalui kumandang suara adzan Ayu merasa badannya panas dingin takut kalau nanti ayahnya akan salah paham mengenai pertanyaan yang baru saja ia lontarkan. Belum sempat ayahnya menjawab pertanyaan Ayu, tiba-tiba ayahnya menghentikan langkah dan menepi. Ayu terkesiap, jantungnya terasa meraton pagi.
“Kanapo awak batanyo baitu?”
Ayu menundukkan kepalanya dalam-dalam mendengar pertanyaan ayahnya. Dia malu sekali kalau harus mengakui bahwa dirinya sedang jatuh hati pada pemilik suara yang selalu dinantikannya setiap pagi. Lama sekali Ayu terdiam dengan gugup ia memulai bercerita
“Ayu menyukai suaro lelaki itu, Ayah. Setiap pagi selalu mengumandangkan adzan dengan khasnyo. Alun pernah Ayu mendengar suaro adzan macam itu lai Ayah. Tapi Ayu tidak tahu siapo urangnyo” sebuah beban berat serasa hilang dari dirinya mengatakan apa sebenarnya yang ia pikul selama ini. Mata ayu terpaut pada mata sang ayah, melalui tatapan tegasnya Ayu menangkap kabut tipis yang mendadak menutupi kebahagiaanya.
“Mari pulang, nanti ayah ceritakan siapa lelaki itu.” Ajak ayahnya. Ayu hanya mengangguk dan mengekori ayahnya dari belakang.
Ayu merupakan seorang dokter desa, hari itu kebetulan di kliniknya sedang sepi dan dia biasa berdiam diri dirumah seharian. Dia gadis yang baik dan lemah lembut mencerminkan sosok gadih minang dalam dirinya sama seperti mandiang ibunya. Banyak lelaki yang mencoba mendekatinya. Nyatanya tak ada satupun lebah yang mampu menarik perhatian sang bunga seperti dirinya.
Waktu menunjukkan pukul delapan lebih lima belas menit saat makan malam sudah tertata rapi di meja makan. Tak biasanya sang ayah belum kembali dari mesjid. Ayu mulai bingung mencari ayahnya. Ia berinisiatif untuk mencari ayahnya di mesjid. Ayu masih menduga-duga dimana keberadaan sang ayah.
Saat sampai di halaman mesjid, Ayu melihat ayahnya sedang berbincang-bincang dengan seorang pemuda. Pemuda itu manis, kulitnya yang bersih dan berkacamata. Hatinya berdesir girang “Apakah dia yang mengusikku lewat alunan adzan itu?” batinya bertanya.
“Assalamu’alaikum” Ayu mengucap salam. Ayahnya dan lelaki itu menjawab salamnya bersamaan “Waalaikumsalam”
“Ada apa kamu kesini, nak?” Tanya ayahnya.
“Ayu udah siap masak yah, buat sarapan...ayyuukk kita pulang”
“Baik, ayah ambil sajadah dulu sabanta” Kata ayahnya. Ayu hanya mengangguk.
Lelaki yang duduk bersama ayahnya terlihat bersahaja. Mereka kikuk. Lalu sang lelaki membuka percakapan, “Saya Abdullah Althaf, Uni Ayu panggil saya Althaf” lelaki itu memperkenalkan diri pada Ayu. Kening Ayu berkerut menandakan ia sedang bingung.
“Uda kok tau nama saya?”
“Ayah, Uni sering bercerita tentang Uni” Ayu tersipu mendengarnya.
“Uda yang sering adzan di mesjid ini?” Tanya Ayu dengan penuh harapan bahwa jawaban laki-laki itu mengiyakan pertanyaannya.
“Iyo Uni” Jawab Althaf. Ayu tak mampu berkata-kata antara senang, malu, bahagia, tidak percaya, semua bercampur menjadi satu.
“Abiiiiiiii...”
Suara anak perempuan membuyarkan semua perasaannya. Seorang anak perempuan yang berjalan masih tertatih tatih membawa tubuh mungilnya menghampiri Althaf bersama wanita cantik di samping anak perempuan itu dengan senyum dan tatapan lembutnya.
“Uni, ini putri saya namanya Sofia, dan ini istri saya. Kami memang baru pindah ke kampung ini karena tempat kerja saya yang dipindahkan ke kota ini. Saya tiggal di rumah di samping rumah pak RT. Mari singgah ke rumah saya kalau Uni tidak sibuk”
Baru beberapa menit yang lalu Ayu girang bukan main. Sekarang tinggal sakit yang menyusup perlahan-lahan di batinnya. Ia sadar, bahwa Allah adalah sebaik-baik tempat kembalinya cinta, bukan manusia. Ayu hanya perlu bersabar hingga jodoh itu datang. Hujan air mata sebenarnya hendak luruh tapi ia urungkan tatkala melihat ayahnya keluar dari dalam mesjid.
“Mari, nak, kita pulang!” Ajak sang ayah. Ayu mengangguk.
Ayu dan ayahnya berpamitan kepada Althaf. Selama di jalan menuju rumah, Ayu hanya diam. Sungguh begitu besar Allah menunjukkan kecemburuannya pada perasaan Ayu kepada Althaf yang ternyata sudah memiliki istri dan seorang anak. Batinnya menggerai doa berharap suatu saat Allah mengganti kekecewaannya dengan kebahagiaan. Karena dia tahu bahwa dirinya hanya manusia biasa yang tak sempurna.
Surau Kaciak : Mushola
Nan Elok : Yang Bagus
Engku Badan : Gerangan
Siapo : Siapa
Memangnyo ba a : Memangnya kenapa?
Kanapo awak batanyo baitu? : Kenapa kamu bertanya seperti itu?
Diyo siapo Ayah? : Dia siapa ayah?
Kanapo awak batanyo baitu? : Kenapa kamu bertanya seperti itu?
Gadih minang : Gadis Minang (Sumatera barat)
Sabanta : Sebentar
Uni : Kakak
Uda : Abang
Good story
ReplyDeleteThank you
Delete